Senin, 19 Januari 2009

PKDI : Mewarnai Demokrasi dan Kebangsaan dengan Kasih, Ideologinya jelas kebangsaan

PKDI: Mewarnai Demokrasi dan Kebangsaan dengan Kasih, Ideologinya jelas kebangsaan. Terwujud dalam azas partainya, Pancasila. Sedangkan visi pergerakannya ingin menjadikan demokrasi yang beradab sebagai koridor menuju negara adil makmur dan sejahtera. "Tetapi semua itu mesti diwarnai oleh rasa kasih dan persaudaraan antar sesama saudara sebangsa. Jangan dengan saling menunjukkan ego atau apriori," tutur Ebit Nanang, salah satu relawan partai yang dihubungi di Sekretariatnya, Jalan Panglima Polim I Nomor 32, Jakarta Selatan, Sabtu.`Tempo doeloe`, ketika Pemilihan Umum (Pemilu) pertama digelar di era Bung Karno, tepatnya pada tahun 1955, partai kebangsaan bernuansa kristiani berada pada posisi lima besar, di bawah Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdatul Ulama (NU), Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Masyumi, lalu kelima Partai Kristen Indonesia (Parkindo). Kendati bernuansa agama, tetapi ciri khas kebangsaan Parkindo yang dengan pentolannya Domini Wilhem Yohanis Rumambi tetap kental. Karenanya, tidaklah mengherankan jika Bung Karno, tokoh nasionalis nomor satu Indonesia itu, mengajak Domini Rumambi memperkuat kabinetnya berulang kali. Parkindo pula menunjukkan kekukuhan `platform` kebangsaannya dengan menjadi salah satu mitra utama PNI dalam mempertahankan Pancasila sebagai ideologi negara, serta mendesak Bung Karno mengeluarkan Dekrit Presiden 1959: "Kembali ke Undang Undang Dasar (UUD) 1945!". Menurut Ebit Nanang, spirit ini tampaknya mau diteruskan oleh PKDI yang kini merangkul dua kekuatan utama di basis-basis Kristen Protestan dan Kristen Katolik di seluruh Nusantara. Memang, PKDI bukanlah sendirian sebagai partai bernuansa kekristenan seperti itu. Ada Partai Damai Sejahtera (PDS) yang didirikan oleh Denny Tewu, dan telah berpengalaman mengikuti Pemilu 2004, serta berhasil meraup 13 kursi di DPR RI. Selain itu, ada pula beberapa partai hampir sejenis yang tak lolos sebagai peserta Pemilu 2009, seperti Partai Kristen Demokrat (PKD), atau Partai Demokrat Kristen (PDK), Partai Kasih Nasional (PKN) dan seterusnya. Selain PDS, ada pula Partai Demokrasi Kasih Bangsa (PDKB) yang sempat eksis pada Pemilu 1999 di bawah kepemimpinan Prof Dr Manasye Mallo. Sayang partai ini tidak eksis lagi, meskipun coba bangkit lagi dengan beberapa nama lain, seperti Partai Demokrasi Kasih Bangsa Pembaruan pimpinan Prof Dr Samuel F Poli. Singkat cerita, apa pun nama dan bentuk serta wujudnya, partai-partai bernuansa kristen di Indonesia sesungguhnya condong mengusung wawasan kebangsaan dalam berideologi. Mungkin, hal itu bertolak dari prinsip yang pernah ditanamkan oleh salah seorang Kristen Nasionalis pada era pergerakan kebangsaan menuju Indonesia Merdeka, yakni Dr GSSJ Ratulangi. Pada dekade 1930-an, doktor ilmu pasti pertama dari Asia ini dan pernah mendirikan serta mengasuh koran "Nationale Commentaren", menulis di salah satu media mengenai sikap politik seharusnya bagi Kaum Nasrani Indonesia. Intinya, dia menyatakan, agar jika Kaum Nasrani Indonesia berniat terjun dalam dunia politik praktis, pilih dan masuklah organisasi-organisasi politik berwawasan kebangsaan. Optimis Capai Parliamentary Threshold (PT). Dengan dinamika yang telah berlangsung seperti itu, PKDI memang akan berusaha bekerja sekeras-kerasnya, untuk `memenangkan` suara Kristen Nasionalis yang tersebar di sejumlah kantong di wilayah Nusantara. "Kami optimis, dan maksimal mencapai target PT. Dukungan dari kaum Kristen Nasionalis itu ada dari Papua, Maluku, NTT, Sumatera Utara, juga Sulawesi Utara," kata Ebit Nanang. Untuk itu, pihaknya telah menyiapkan hampir 200 calon anggota legislatif (Caleg) dari berbagai latar dan sanggup berjuang secara mandiri memenangkan hati serta suara rakyat. Para kader dan juga mesin partai yang tersebar di 25 provinsi (sesuai catatan di `website` KPU, Red), akan bahu-membahu mencapai perolehan suara signifikan sesuai target. "Kalau memang bisa satu fraksi di DPR RI, mengapa tidak," tandas Ebit Nanang, salah satu dari ratusan sukarelawan yang tanpa `tegen prestasi` berwujud material, membantu pembesaran partai ini. Posisi satu fraksi di DPR RI dan juga suara yang signifikan, sebagaiman dicapai oleh Parkindo pada masa jayanya di era 1950-an hingga 1960-an, bukan mustahil dicapai PKDI. Namun, harus diakui, partai ini memang benar-benar harus bekerja keras secara luar biasa, karena pesaingnya sesama partai bernuansa kekristenan dan berwatak kebangsaan, yakni PDS, telah start duluan. Dengan perolehan 13 kursi sesuai hasil Pemilu 2004, mendorong Denny Tewu dkk dari PDS mematok target lebih dari itu untuk Pemilu Legislatif (Pileg) 2009 mendatang. Warnai Dengan KasihPartai Kasih Demokrasi Indonesia ini resmi terdaftar sebagai peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2009. Dan itu sudah merupakan suatu kebanggaan tersendiri yang patut disyukuri, demikian ungkap beberapa elit pimpinannya. Sebab, tercatat ada empat partai berjenis hampir sama dengan partai ini yang tak lolos verifikasi sebagai peserta Pemilu. Sesuai format di Komisi Pemilihan Umum (KPU), partai yang mendapat nomor urut 32 sebagai peserta Pemilu ini, disingkat dengan PKDI. Partai ini memilih Pancasila sebagai azas politik maupun ideologi. "Tetapi, itu tadi, yakni dengan diberi warna-warni berdasarkan Kasih," kata Ebit Nanang lagi. PKDI menetapkan visinya, yakni "terciptanya tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai cita-cita Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sebagaimana dimaksud dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 berdasarkan Kasih."


(sumber : http://caleg4pkdi.blogspot.com)

Kamis, 15 Januari 2009

“Peranan Gereja Katolik dalam Bidang Sosial Politik”

Berikut adalah hasil wawancara atau diskusi mengenai "Peranan Gereja dalam Bidang Sosial Politik". Wawancara tersebut memang sudah lama, sekitar tahun 2005 oleh teman-teman Gemawarta Balikpapan dengan Pastor Teddy Aer, MSF. Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi siapa saja.
Rocky: Pandangan Gereja di masyarakat, tidak boleh masuk ke dalam bidang sospol, apakah pandangan ini benar? pandangan romo?

Romo: pandangan itu tidak sepenuhnya benar. Bagi Gereja Katolik, bidang sospol adalah juga kebon anggur Tuhan dimana Gereja diutus untuk bekerja juga di situ. Dalam pandangan Gereja Katolik yang tidak boleh terlibat dalam bidang politik secara praktis adalah para imam Gereja/para pastor, tetapi yang lain: umat, awam, didorong oleh Gereja untuk berani terlibat dalam bidang sospol. Kenapa para Pastor tidak boleh terlibat dalam sospol, ada 2 alasan mendasar:
  1. Para pastor sebagai gembala harus bersikap netral, tidak boleh memihak, harus objektif mengayomi & membimbing semuanya. Tidak akan membeda-bedakan.


  2. Kalau pastor terlibat dalam salah satu bidang politik praktis dalam partai politik tertentu, yang membahayakan adalah tindakan pastor bisa membutakan hati nurani umat, contoh di Indonesia, saya sebagai Pastor ikut partai A, tapi ada umat yang sebenarnya pilihannya ikut partai B, tapi karena melihat pastornya di partai A, dia akhirnya ikutan-ikutan ke A, padahal hatinya di B. Itu yang membutakan hati nuraninya

Kemudian Rumusan Gereja Katolik yang menyatakan tidak boleh ikut dalam sospol harus diluruskan. Hanya para pastor yang tidak boleh melakukan politik praktis, tetapi umat didorong untuk terlibat dalam politik praktis. Umat sangat didorong untuk bisa ikut ambil peran secara aktif dalam karya-karya di bidang sospol. Lalu, para pastor, ngapain? Pastor tetap memberi perhatian dalam bid sospol, tetapi dalam kapasitas & tugas dia sebagai Pastor yaitu mendampingi umat yang ambil peran dalam bidang politik, menjadi teman perjalanan bagi umat yang berperan itu. Kenapa? Supaya dalam kerangka ini, umat yang berperan dalam politik itu berjalan sesuai dengan ajaran Gereja Katolik mengenai peran-peran dalam Gereja Katolik. Ini bukan supervisi, tapi lebih pada teman perjalanan, yang berdiri di samping bagi mereka yang bergerak di bidang politik.

Rocky: Umat juga harus batasan-batasan agar tidak menyalahi aturan Gereja Katolik. Batasan-batasan atau rujukan apa yang bisa digunakan oleh umat agar tidak menyalahi aturan tersebut?
Romo: Ada sejumlah dokumen tentang Ajaran Sosial Gereja, mengenai keterlibatan-keterlibatan Gereja dalam bidang-bidang sosial termasuk politik, kalau mau menyimpulkan dari 12 ajaran Gereja itu, keterlibatan seorang Katolik dalam bidang sospol mempunyai satu tujuan membangun bonum commune (latin),artinya membangun masyarakat atau komunitas yang lebih baik. Itu tujuan yang harus dicapai atau menjadi arah ketika orang memilih atau mau mengambil peran terlibat dalam politik. Ketika orang terlibat dalam bidang politik, namun dia mau mencari keuntungannya sendiri itu adalah hal yang keliru, dia mau mencari kebaikan bagi diri sendiri, itu keliru. Gereja Katolik tegas mengatakan maka tujuannya adalah membangun masyarakat/komunitas yang lebih baik bukan membangun diri atau kelompok mu yang lebih baik. Itu batasan yang digunakan oleh Gereja Katolik.

Rocky: Kenapa di umat kita masih ada keengganan untuk mau terlibat dalam bidang sospol?
Romo: Di awal sudah dikatakan bahwa yang secara tegas dilarang dalam keterlibatan berpolitik praktis adalah para imam/pastor. Misalnya keterlibatan dalam partai tertentu. Bahwa dia terlibat/berminat dalam politik secara umum, silakan, tetapi yang sekarang terjadi, larangan yang tadinya hanya terjadi di kalangan para pastor, entah bagaimana dan entah siapa yang memulai, larangan ini ditarik sepanjang-panjangnya sampai rumusannya muncul Gereja Katolik dilarang berpolitik. Itu keliru. Pastor dilarang berpolitik, itu pun masih keliru, tidak begitu pas. Bahwa pastor dilarang berpolitik praktis, itu benar!! Sekali lagi, pandangan larangan itu ditarik sepanjang-panjangnya, sehingga rumusannya Gereja Katolik tidak berpolitik, Gereja Katolik melarang, itu salah, kesalahpahaman ini yang pelan-pelan menjadi semakin mengakar. Itu yang mengakibatkan secara umum keengganan orang Katolik untuk terlibat dalam bidang politik. Jangankan terlibat, berbicara soal politik pun menjadi enggan dan males berbicara dan menganggap ini bukan karya Gereja. Akibatnya:
  1. Sedikit yang terlibat dalam bidang politik.


  2. Ketika ada seorang Katolik, yang terlibat dlm bidang politik dia tidak dikatakan melaksanakan berkarya untuk Gereja, orang itu dianggap berkarya di luar tembok Gereja.

Itu konsekuensi yang terjadi dari pandangan Gereja Katolik tidak berpolitik itu.


Rocky: Lalu, nilai-nilai apa yang harus dibawa oleh seorang umat dalam bidang sospol ini?

Romo: Seperti kita ketahui bahwa Yesus Kristus datang ke dunia membawa misi dari Allah Bapa, membawa kabar keselamatan/kabar baik dari Allah. Tugas Kristus itu yang diterima dari Bapa, diteruskan Yesus kepada murid-muridnya. Para murid bertugas mewartakan kabar baik di dalam seluruh kehidupan ini termasuk dalam bidang sospol. Maka bagi seorang Katolik yang terlibat dalam bidang sospol nilai yang dibawa oleh dia bahwa dia adalah murid Yesus yang membawa kabar baik, mewartakan kabar baik di dalam bidang sospol. Kabar baik itu apa? Seperti apa? Bentuk konkrit dari kabar baik itu adalah yang dirumuskan dalam tujuan itu, yaitu terbangunnya dan terwujudnya masyarakat yang lebih baik. Kabar baik dalam bentuk itu menjadi sangat konkrit, ketika seorang Katolik dalam keterlibatannya dalam bidang sospol mengupayakan, bentuknya bisa macam-macam, kehidupan masyarakat yang lebih baik, di situ dia mengemban amanat Kristus. Ketika seorang Katolik dalam kewenangannya dia merumuskan sebuah peraturan daerah supaya daerah menjadi lebih baik, di situ dia mengemban amanat Kristus, ketika seorang Katolik di Balikpapan ini bekerja di dalam kantornya, dalam keterlibatannya memperjuangkan keputusan-keputusan untuk kehidupan masyarakat yang lebih baik, di situ dia mengemban misi Kristus.

Rocky: Jadi apapun keputusan-keputusan yang diambil untuk menjadikan orangg lebih baik, meskipun bukan dalam lingkungan Gereja, itu berarti implementasi dari pewartaan yang dimaksud tadi, ya?


Romo: Betul, berangkat dari imannya yang mengimani Yesus Kristus, diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat.


Silka: Romo, setelah kita mengetahu fakta-fakta, bahwa sebenarnya kita tidak dilarang untuk terjun ke dunia sospol, apa yang harus kita lakukan sebagai umat Katolik, sebagai Imam, dan sebagai Gereja Katolik di bidang sospol di masa mendatang?


Romo: Paradigma yang berpendapat, Gereja Katolik dilarang terlibat dalam bidang sospol. Itu harus diubah. Bidang sospol yang dianggap barang haram, harus diubah. Kita harus punya paradigma pemikiran adalah sospol adalah kebun anggur Tuhan dan kita diutus ke situ. Yang kedua, atas dasar perubahan paradigma itu yang harus diperbuat ke depan adalah kita berani terlibat, karena ketika paradigmanya berubah, tapi kitanya tidak terlibat sama saja tidak akan terjadi apa-apa. Kita harus berani terlibat. Masyarakat yang lebih baik adalah tanggungjawab kita semua. Nota pastoral dari KWI bulan November 2004 menggarisbawahi bahwa: masyarakat yang lebih baik adalah tanggungjawab kita bersama. Baik buruknya masyarakat adalah juga tanggungjawab Gereja Katolik, artinya ketika kehidupan sospol buruk, kendati orang Katolik mengatakan tidak terjun, tetap dia ikut bersalah, karena dia tidak mau terlibat. Kehidupan bermasyarakat yang lebih baik juga tanggung jawab orang Katolik, dalam tugas dan kapasitasnya masing-masing dalam fungsinya di masyarakat. Semua harus berani terlibat. Itu dua point yang mendasar untuk ke depan yang harus terjadi. Kenapa harus terjadi, tidak bisa ditunda, harus mulai sekarang. Secara jujur, dalam arti tertentu ada begitu banyak ketinggalan yang terjadi, karena paradigma yang salah tadi.

Silka: Apa harapan-harapan Gereja Katolik terhadap organisasi politik yang bernafaskan Katolik ini?

Romo: Harapan bagi orang Katolik yang terlibat, adalah berani mewujudkan tujuan itu, berani memegang idealisme itu, kendali sulit, sungguh harus melawan arus masyarakat, arus yang umum terjadi, yang penting saya, yang lain terserah, yang penting saya senang sendiri, yang lain terserah. Atau istilah kerennya jaman sekarang ini “Emang Gue Pikirin” (EGP). Dia harus berani mengubah idealisme itu, menjadi seorang idealis dalam bidang sospol untuk mewujudkan masyarakat yang lebih baik. Itu yang saya pikir harapan paling dasar untuk semua orang tidak hanya orang Katolik, tapi kepada siapapun yang terlibat dalam bidang sospol.

Silka: Romo sendiri cukup lama terlibat dalam bidang sospol, ada pesan untuk orang Katolik yang baru mau terlibat dalam bidang ini?


Romo: Mari kita wujudkan kemauan untuk terlibat, dan kita punya dasar yang sangat kuat tentang keterlibatan ini, yaitu Allah sendiri. Allah menunjukan kabar baik dengan terlibat dalam kehidupan manusia. Yesus meninggalkan tahta di surga, dan menjadi manusia, terlibat dalam kehidupan. Kita pun diajak untuk berani terlibat, sekarang dan jangan ditunda-tunda. (csw)

(Narasumber: Pst. Teddy Aer, MSF. Host: Rocky & Silka)

KIPRAH POLITIK KATOLIK

Partai Katolik sebenarnya sudah ada tahun 1917 yang kemudian lahir kembali pada tanggal
12 Desember 1945 dengan nama PKRI (Partai Katolik Republik Indonesia) yang merupakan kelanjutan dari Katolik Jawi yang dulunya bergabung dengan Partai Katolik. Namun partai ini baru secara resmi berdiri pada tahun 1923 di Yogyakarta, didirikan oleh umat Katolik Jawa yang dipimpin oleh F.S. Harijadi. Saat IJ Kasimo memimpin, partai ini kemudian dinamai Pakempalan Politik Katolik Djawi (PPKD). Pada masa penjajahan Belanda, PPKD - karena kebutuhan siasat politik - bergabung dengan Indische Katholieke Partij.
Partai Katolik dideklarasikankan oleh Kongres Umat Katolik seluruh
Indonesia pada tanggal 12 Desember 1949 di Semarang sebagai penjelmaan fusi dari 7 Partai Katolik yang telah ada sebelumnya yakni:
  1. Partai Katolik Republik Indonesia (P.K.R.I.) yang didirikan di Surakarta.
  2. Partai Katolik Rakyat Indonesia (P.K.R.I.) yang didirikan di Makasar.
  3. Partai Katolik Rakyat Indonesia (P.K.R.I.) yang didirikan di Flores.
  4. Partai Katolik Indonesia Timus (Parkit) yang didirikan di Timor.
  5. Persatuan Politik Katolik Flores (Perkokaf) didirikan di Flores.
  6. Permusyawaratan Majlis Katolik (Permakat) didirikan di Manado.
  7. Partai Katolik Indonesia Kalimantan (Parkika) yang didirikan di Kalimantan.

Anggaran Dasar Partai Katolik sebagai gabungan partai-partai tersebut di atas, telah disahkan dalam Kongres tersebut, dimana azas dan tujuan berbunyi sebagai berikut:

  1. Partai Katolik berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa pada umumnya serta Pancasila pada khususnya dan bertindak menurut azas-azas Katolik.
  2. Tujuan Partai Katolik ialah bekerja sekuat-kuatnya untuk kemajuan Republik Indonesia dan kesejahteraan rakyatnya.

(sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Katolik)


KEIKUT-SERTAAN PARTAI KATOLIK DALAM PEMILU

  • Tahun 1955, Partai Katolik ikut Pemilu pertama

  • Tahun 1965, Pecah G 30 S/PKI, tidak ada pemilu

  • 5 Juli 1971, Pemilu pertama di masa Orde Baru, diikuti 9 Parpol ( Katolik, PSII, NU, Parmusi, Murba, Parkindo, IPKI, PNI, Perti ) dan Golongan Karya.Pada Pemilu 1971 Partai Katolik meraih 606.740 suara (1,11%) sehingga di DPR memperoleh 3 kursi.

  • Pada tahun 1975an berdasarkan Undang-Undang No. 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar, maka terjadilah fusi (penggabungan) Partai-Partai Politik ke dalam dua Parpol yakni Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia serta satu Golongan Karya; Partai Katolik sendiri bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia.

  • Tahun 1998, Pecah Reformasi IndonesiaDengan runtuhnya masa Orde Baru dengan lahirnya masa Reformasi, Pemerintah dituntut untuk segera menyelenggarakan Pemilu yang diputuskan diselenggarakan pada 7 Juni 1999. Pemilu tahun 1999 ini Indonesia kembali menganut banyak partai. Partai Katolik muncul kembali dengan nama Partai Katolik Demokrat (PKD).

  • Lahirlah Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) yang dideklarasikan oleh PMKRI, Mudika, WKRI, ISKA, Tokoh Katolik, Kaum Muda Katolik, Rohaniwan/ti, Pengurus Lingkungan/Stasi dan Paroki.Gereja mengeluarkan Pernyataan Pastoral KWI bahwa ”Gereja tidak berpolitik (umat diberikan kebebasan memilih sesuai dengan hati nurani)”.

  • Tahun 2008, Indonesia kembali menganut Pemilu Multi Partai, Partai Katolik Demokrat berganti nama menjadi ”PARTAI KASIH DEMOKRASI INDONESIA” (PKDI) dan mendapat dukungan dari berbagai pihak dan simpatisan dengan lolos verifikasi partai peserta pemilu 2009.